Tape Ketan Kuningan, Kuliner Kesukaan Sang Jenderal
Tulisan ini, adalah catatan perjalanan saat mudik lebaran kemarin. Libur lebaran usai, tradisi bawa oleh-oleh dari kampung, wajib di tunaikan. Tentunya, makanan khas yang paling banyak diburu untuk dibawa sebagai buah tangan dari kampung.
Nah, di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, salah satu makanan khas yang laris manis dijadikan oleh-oleh para pemudik adalah peuyeum ketan atau tenar disebut tape ketan Kuningan. Makanan khas Kuningan ini, terbuat dari bahan beras ketan yang dipermentasi. Dibungkus dengan daun jambu air, membuat tape ketan ini lain dari yang lain.
Pada lebaran kemarin, saya sempat datang ke Desa Tarikolot, salah satu desa sentra para pembuat tape. Di desa yang terletak di kecamatan Cibeureum ini, dikenal sebagai desa pengrajin tape khas Kuningan. Tape.
Desa Tarikolot sendiri jaraknya sekitar 30 kilometeran dari pusat kota Kuningan. Menuju ke sana, bisa naik angkutan umum atau kendaraan pribadi. Jalan menuju kesana pun cukup mulus berhotmik, meski harus melewati jalan berkelok. Tapi bagi yang tak ingin susah payah membeli tape langsung dari pengrajinnya, tak perlu khawatir. Tinggal membeli di toko oleh-oleh yang banyak bertebaran di sepanjang jalan arah Kuningan-Cirebon.
Di Tarikolot, ada dua pengrajin tape yang paling terkenal, yakni Sari Asih dan Pamella. Bisa dikatakan, mereka adalah pengrajin tape pionir. Produksi tape itu sendiri kebanyakan dikelola dengan pola industri rumah tangga. Pekerjanya pun kebanyakan warga di kampung itu sendiri. Rata-rata ibu rumah tangga. Jadi industri rumahan ini, cukup lumayan dalam menyerap lapangan kerja.
Saat tiba di desa Tarikolot, tumpukan kayu, serta gundukan karung berisi daun jambu banyak terlihat bertebaran di beberapa rumah. Kayu bakar itu sendiri adalah alat pembakaran untuk memasak racikan tape. Sementara daun jambu, adalah bahan pembungkus tape.
Di Tarikolot, saya sempat berbincang dengan Kang Nana. Ia salah satu karyawan dari pabrik tape merek Pamella. Pada saya, Kang Nana bercerita, setiap musim lebaran tiba, permintaan melonjak tajam. Kata dia, pembeli harus pesan jauh-jauh hari. Sebab kalau memesan tape dadakan, acapkali sudah kehabisan.
Jadi, kata dia, kebanyakan stok tape sudah pesan jauh – jauh hari. Bahkan ada yang sudah pesan seminggu sebelum lebaran. Ada pula, saat puasa masih awal, sudah ada yang pesan. Biasanya, para pemudik memesan dahulu lewat para kerabatnya di kampung. Ketika hendak kembali pulang ke kota, baru tape pesanan diambil.
” Jadi kalau mau pesan, jauh – jauh hari tanya dulu, ya minimal dua hari sebelum tape diambil. Kalau enggak sudah kehabisan,” kata Kang Nana.
Harga tape sendiri tak terlalu mahal. Bahkan ramah di kantong. Harga untuk satu ember berisi 100 biji tape, hanya Rp 62.000. Disediakan pula tape dalam beberapa kemasan. Ada yang dikemas dengan ember ukuran sedang dan kecil. Ada pula yang dikemas dengan toples kecil. Bahkan ada yang dikemas dengan kardus.
” Harganya Rp 45 ribuan sampai 50 ribuan untuk isinya yang kurang dari 100 tape,” ujar Kang Nana.
Mang Jusmadi, warga Desa Citenjo yang jadi perantara saya untuk memesan tape ikut nimbrung bercerita. Kata dia, dulu semasa masih hidup, Jenderal Edi Sudrajat, mantan Kepala Staf TNI-AD dan Menteri Pertahanan, sering memborong tape dari Desa Tarikolot. Biasanya, Jenderal Edi banyak memesan tape saat lebaran. Kata dia, sekali beli, Jenderal Edi bisa memborong tape sampai satu mobil bak. ” Almarhum Pak Edi dulu langganan borong tape dari sini (Desa Tarikolot),” kata Mang Jusmadi.
Tape Kuningan sendiri kata dia, punya kekhasan sendiri. Membuatnya pun tak sembarangan. Alat bakarnya pun tak bisa pakai kompor gas, harus pakai kayu bakar, agar rasa tetap terjaga. Kekhasan lainnya, adalah pembungkus tape dari daun jambu air. Dengan memakai pembungkus dari daun jambu, rasa serta wangi tape tetap terjaga.
” Tape bisa tahan sampai satu bulan lebih, apalagi kalau di simpan di kulkas. Semakin berair, semakin enak,” katanya.
Air tape pun, kata Mang Jusmadi, bisa diminum. Bahkan bisa jadi minuman penghangat badan. Tak hanya itu, tape juga bisa disantap dengan makanan lain. Misalnya dicampur dengan es krim atau disiram dengan sirop.
” Ini makanan khas dari Kuningan yang paling terkenal,” ujarnya.
Related Posts
Warkop ‘Burjo’ Van Kuningan
Warung ‘burjo’ identik dengan orang Kuningan, karena pemiliknya banyak yang berasal kabupaten tersebut. Ngopi pagi hari, bagi saya adalah kegiatan kuliner yang wajib ditunaikan.
Read moreGudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read more