Cerita Jam Kayu JKW Made In Kulon Progo
Senin dini hari, menjelang subuh hari saya sudah ada di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), tepatnya di terminal tiga. Senin, 25 April 2016, saya harus sudah ada di Kulon Progo, Yogyakarta, meliput hari Otonomi Daerah yang ke-20 di kabupaten tersebut.
Cape memang, tapi mau apalagi, ini tuntutan pekerjaan. Dan, memang harus dijalani dan dinikmati. Sampai saat ini, saya menikmatinya. Mungkin karena cita-cita dari dulu memang ingin jadi wartawan. Saya masih ingat, dulu keinginan jadi wartawan, selain bisa menyalurkan hobi menulis, juga agar bisa jalan-jalan. Bisa ke luar daerah. Bisa melalangbuana. Gratis pula he.he.he.
Dan sekarang keinginan itu tercapai. Saya bisa melanglangbuana. Dari satu daerah ke daerah lainnya. Dari bandara ke bandara. Mungkin semua maskapai sudah saya naiki.
Sekitar pukul setengah enam pagi, saya sudah ada di pesawat Lion Air yang akan membawa saya ke Bandara Adisutjipto di Sleman, Yogyakarta. Perlahan, setelah semua penumpang masuk semua, pesawat mulai bergerak dari landasan parkir Terminal 3 Bandara Soetta. Lalu mengangkasa menuju Yogyakarta.
Karena lelah dalam pesawat saya langsung tertidur. Terbangun, karena pesawat memang sudah mendarat di Bandara Adisutjipto. Ternyata setelah menengok jam tangan, waktu sudah menunjukan pukul 7 pagi lewat. Untungnya di bandara sudah ada yang jemput. Pihak Humas Kementerian Dalam Negeri yang mengundang saya ke sana, menyediakan supir yang akan mengantar jemput saya dan beberapa wartawan lain yang juga diundang meliput, selama ada di Kota Gudeg.
Acara hari Otda sendiri dipusatkan di Alun-Alun Kulon Progo, salah satu kabupaten yang lumayan berjarak dari kota Yogyakarta. Rencananya Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo akan membuka acara tersebut sekitar pukul 09.00 Wib.
Setelah bertemu supir penjemput, langsung meluncur ke Kulon Progo. Senin pagi itu, jalanan dari bandara menuju Kulon Progo cukup padat. Mungkin karena ini hari Senin, maka jalanan padat dengan kendaraan. Saya tanya ke supir, berapa lama kira-kira untuk sampai ke Kulon Progo.
” Mungkin satu jam-an mas,” kata Pak Wawan supir yang menjemput saya.
Saat perjalanan, mata menangkap sebuah kendaraan. Di badan kendaraan tertulis Say Taxi. Yang menarik adalah tempelan, bahwa layanan taksi mereka bisa diunduh di Google Store. Ya, semacam taksi online. Karena penasaran saya bertanya ke Pak Wawan.
” Itu taksi online pak?”
Pak Wawan pun menjawab. ” Iya mas itu taksi online.”
Saya pun manggut-manggut. Sayang saya tak bisa memotret taksi online made in Yogyakarta tersebut. Baterai handphone saya lowbat semuanya. Pak Wawan juga bercerita. Katanya belum ada yang protes tentang keberadaan taksi online tersebut. Tapi memang taksi online di Yogyakarta tak seperti taksi online di Jakarta. Karena plat mobilnya kuning.
Karena sedikit suntuk oleh jalanan yang padat, saya mengambil koran yang tergeletak di dashboard mobil. Koran Tribun Yogya, koran milik Grup Gramedia yang saya baca. Di salah satu halamannya, ada berita tentang taksi online. Tapi bukan Say Taxi yang saya lihat tadi. Berita tersebut tentang launching layanan online dari perusahaan taksi bernama Taxies..
Di berita itu, ada penjelasan dari Ardian Fikri Achmad, Co-Founder Taxies tentang layanan online apa saja yang bisa dinikmati penumpang. Lewat aplikasi yang bisa diunduh di Google Strore atau di Apple Store, perusahaan Taxies menawarkan beragam layanan yang dapat memudahkan penumpang. Misalnya lewat aplikasi yang sudah diunduh, penumpang bisa mengetahui jalur perjalanan. Lalu, penumpang juga bisa memilih pengemudi. Dan, aplikasi itu juga menyediakan fitur untuk memberitahu pihak taksi bila barangnya ketinggalan. Hebat dan kreatif bukan. Bagi saya, harus seperti itulah perusahaan taksi. Mesti mempermudah pengguna jasanya. Jadi teknologi harus diakrabi. Bukan dijauhi.
Menjelang pukul 08.00 saya sudah sampai di Kulon Progo. Lumayan cepat, tertolong oleh iring-iringan kendaraan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ahmad Heryawan yang juga akan menghadiri acara tersebut. Rombongan Gubernur Jabar itu pakai kawalan polisi. Jadi, mobil yang saya tumpangi ikut mengekor di belakang rombongan gubernur. Bila tak begitu mungkin saya tak akan cepat sampai. Untungnya, mobil yang saya tumpangi platnya merah.
Suasana di sekitar alun-alun sudah ramai. Banyak tentara yang berjaga maklum yang datang adalah Wakil Presiden. Bahkan saya melihat ada dua panser terpakir dekat alun-alun. Tenda besar tampak terpasang di tengah alun-alun. Setelah mendapat ID Card tanda masuk, saya pun bergegas menuju tempat acara. Masuk ke tempat acara, harus menjalani pemeriksaan dari pasukan pengawal kepresidenan.
Cukup ketat. Tas diaduk-aduk. Bahkan yang membawa korek api harus rela disita. Acara ternyata molor. Sebab sampai jam 09.00 lewat, Wapres yang akan buka acara tak kunjung datang. Di sekeliling tenda berdiri stand-stand. Sepertinya stand yang memamerkan barang.
Ada salah satu stand yang menarik saya. Stand Tomira namanya. Saya pun kesana. Stand itu di buat mirip sebuah minimarket. Yang menariknya, garis penanda plang Tomira mirip Alfamart. Ternyata setelah saya tanya-tanya ke penunggu stand, Tomira adalah minimarket hasil kerjasama dengan Alfamart. Ceritanya, Pemda Kulon Progo itu punya aturan, tak boleh ada minimarket besar di Kulonprogo. Ya, minimarket kayak Alfamart atau Indomart, tak bisa beroperasi di Kulon Progo. Mereka harus gandeng misalnya dengan koperasi. Tomira sendiri singkatan dari Toko Milik Rakyat.
Terdengar ada pengumuman bahwa Wapres bersama Mendagri telah tiba dan segera memasuki tempat acara. Tak berapa lama, semua yang hadir berdiri. Tampak Wapres ditemani Mendagri memasuki tempat acara dengan pengawalan ketat. Lalu menuju tempat duduk yang disediakan.
Acara pun dimulai. Gubernur Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono X yang memulai kata sambutan. Setelah itu baru giliran Mendagri yang memberi kata sambutan. Nah, ada yang menarik dalam kata sambutan Pak Menteri Tjahjo. Kata Pak Menteri dalam sambutannya, otonomi memberi kesempatan pada daerah untuk berkreasi dan berinovasi. Dampaknya, muncul inisiatif, kreativitas dan beragam inovasi dari masyarakat. Ini katanya modal besar bangsa Indonesia dalam menatap persaingan di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) nanti.
Nah yang menariknya, saat Pak Menteri memberi contoh inovasi masyarakat di Kulon Progo. Inovasi itu bernama jam tangan yang terbuat dari kayu.
” Contohnya di Kulon Progo ada kerajinan rakyat, ada batik khas Kulon Progo yang berbeda dengan batik Yogya. Ada kerajinan membuat jam tangan dari kayu. Nah, tadi saya ngobrol, mau dinamakan apa jam tangan itu. Supaya mencakup dua hal, dwi tunggal kita Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kala. Maka namanya JKW. ‘W’-nya itu bukan Widodo tapi Watch. Jadi JKW itu bisa Jokowi Watch atau Jusuf Kalla Watch,” tutur Pak Menteri Tjahjo.
Mendengarnya saya penasaran seperti apa bentuk jam tangan JKW yang terbuat dari kayu tersebut. Jika menarik, saya ingin beli. Usai acara, bersama Carlos, seorang wartawan yang juga ikut meliput acara tersebut, saya langsung menuju stand tempat kerajinan tangan dari Kulon Progo. Dan di stand itu beberapa jam tangan JKW yang terbuat dari kayu dipamerkan.
Bentuknya sama seperti jam biasa. Namun yang membuat jam tangan itu menarik adalah bahan bakunya yang terbuat dari kayu. Unik. Lain dari yang lain. Modelnya pun beragam. Kepala jam ada yang bulat, ada yang berbentuk kotak.
Saya pun sempat tanya-tanya, berapa harga jam tersebut. Ternyata harganya tak sesuai kantong saya. Jam kayu JKW harga satu unitnya antara 700 sampai 800 ribuan. Saya pikir bisa didapat dengan harga 250 ribuan. Tapi, kalau melihat keunikannya, harga 800 ribuan masih cukup murah.
Pak Menteri sendiri membeli dua unit jam. Satu yang warna coklat tua, satunya lagi coklat muda. Ah, coba uang di kantong cukup, pasti saya pun ikut membelinya. Selain jam kayu, juga ikut dipamerkan kacamata dari kayu. Kacamata dari kayu juga tak kalah menarik dan unik.
Related Posts
Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read moreMuseum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara
Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.
Read more