D’Praya, Hotel Nan Tenang di Tengah Sawah

sawah_lombok

Ilustrasi pesawahan di Lombok (Credit: travellombok.id)

Nusa Tenggara Barat (NTB), provinsi yang jaraknya mungkin hanya sepelemparan batu dari Pulau Dewata Bali, kini telah jadi tujuan wisata favorit para wisatawan. Turis bule maupun domestik, kini banyak melirik destinasi wisata di provinsi berjuluk pulau Seribu Mesjid tersebut.

Di provinsi ini banyak tempat eksotis yang bisa dikunjungi. Ada Pantai Senggigi yang berada di Lombok Barat. Provinsi berjuluk Seribu Mesjid juga punya tiga Gili, yakni Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan. Yang terkenal Gili Trawangan. Di daerah Lombok Tengah, ada pantai Kuta yang belum sepadat Pantai Kuta Bali. Bahkan eksotisme alam di Pantai Kuta NTB, tak kalah dengan Pantai Kuta di Pulau Dewata.

Bila ingin wisata petualangan, Anda tinggal meloncat ke Pulau Sumbawa, salah satu pulau yang masuk wilayah NTB. Di Pulau ini, Anda bisa merasakan sensasi wisata adventure ke Gunung Tambora atau menikmati betapa indahnya padang savana di sana. Bahkan, di Sumbawa juga ada festival Tambora. Selain Tambora, NTB juga punya gunung lain yang tak kalah eksotisnya, yakni Gunung Rinjani.

Bulan Februari, sebuah undangan peliputan mampir ke email. Undangan tersebut datang dari Kementerian Dalam Negeri. Bagian Humas kementerian tersebut mengundang saya, tepatnya media saya untuk ikut meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang hendak menghadiri acara puncak peringatan Hari Pers Nasional yang memang digelar di Lombok, NTB. Tak hanya via surat yang dikirim ke surel, Pak Acho Maddaremmeng, Kepala Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri juga menelpon saya.

”Mas, bisa enggak ikut Pak Menteri ke Lombok, menghadiri HPN?”

Saya tak bisa langsung mengiyakan bisa. Sebab sesuai prosedur, izin dari kantor harus didapatkan. Tanpa restu kantor, saya bisa dicap melakukan liputan ilegal. Untungnya kantor menyetujui. Wuih, senangnya bukan main dapat pergi ke Lombok. Saya pun langsung membayangkan, di sela liputan bisa menikmati eksotisnya pulau Lombok. Terbayang pedasnya kangkung plecing serta gurih nikmatnya ayam Taliwang.

Hari Senin, 8 Februari 2016, saya terbang dari Jakarta menuju Lombok. Terbang pakai Maskapai Garuda, maskapai kebanggaan Indonesia dari Soekarno-Hatta menuju Bandara Internasional Lombok. Jelang siang, sekitar pukul 11 waktu setempat, saya tiba di Bandara Internasional Lombok. Bandara ini, ada di daerah Praya, Kabupaten Lombok Tengah, NTB.

Saat menginjakan kaki di bandara ini, ingatan langsung melayang saat bandara ini baru jadi dan belum diresmikan. Saat itu, saya juga datang ke Lombok, meliput kegiatan seorang direktur jenderal di kementerian pariwisata.

Ketika itu, bandara Internasional Lombok masih gres. Bangunannya semuanya masih baru. Dan, ketika saya datang, betapa kagetnya saya meliha begitu banyaknya warga yang datang di bandara tersebut. Lebih kaget lagi, karena ada yang duduk lesehan. Ternyata, setelah saya bertanya kepada seorang petugas bandara di sana, warga diperbolehkan masuk bandara, sebelum diresmikan. Maka, berbondong-bondonglah warga mendatangi bandara. Datang ke bandara baru nan megah itu, mungkin ibarat piknik bagi mereka.

Kembali ke kunjungan saya ke Lombok untuk meliput kegiatan Mendagri. Ketika tiba, kami langsung dijemput oleh supir yang telah disediakan oleh pihak Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) NTB. Oh ya, selain menghadiri acara puncak HPN 2016, Mendagri juga punya agenda berkunjung ke Kampus IPDN NTB yang ada di Praya.

Dari bandara kami meluncur ke Kampus IPDN. Tiba di sana, oleh pihak IPDN langsung di bawa ke tempat istirahat, atau semacam guset house. Lumayan bagus guest house di kampus penghasil birokrat tersebut. Selepas tengah hari, kami kembali meluncur. Pak Acho, mengajak kami makan di rumah makan Taliwang Irama.

Kata Pak Acho, rumah makan ini, adalah penyedia ayam taliwang paling tenar di Kota Mataram. Tiba di sana, langsung menuju meja yang telah disediakan. Akhirnya mimpi makan ayam taliwang dan kangkung plecing terwujud sudah. Sampai berkeringat saya menikmati kuliner andalan pulau Lombok ini.

Tampak-depan-Hotel-DPraya

Hotel D’Praya tampak depan

Setelah itu, kami sempat di ajak ke daerah Senggigi. Di sana, kami sempat ngopi di Cafe Albertos yang ada di pinggir pantai. Jelang petang kami kembali meluncur ke Praya. Kata Pak Acho, kami akan menginap di Hotel D’Praya. Agak asing juga dengar nama hotelnya. Hanya sekitar 45 menitan dari Senggigi, kami sudah tiba di hotel D’Praya.

Saat turun dari mobil saya langsung mengamati suasana hotel. Udara meruap segar. Hotel tak terlalu hiruk pikuk. Bahkan terkesan sangat tenang. Bangunan hotel tak neko-neko, minimalis sekali. Tapi suasana sekitar hotel yang membuat saya langsung jatuh cinta. Hotel tersebut ada di tengah sawah.

Sawah dengan padi yang menghijau, tampak mengepung hotel. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Pemandangan yang tentunya langka bagi saya yang sehari-hari berkutat dengan bising dan ramainya ibukota. Mata yang selalu dicekoki pemadangan hutan beton pun langsung segar melihat hijaunya padi di petak-petak sawah.

Pemandangan-sawah-menghijau-dari-jendela-Hotel-DPraya

Pemandangan sawah menghijau dari jendela Hotel D’Praya

Apalagi setelah tiba di kamar, langsung buka jendela, mata langsung menangkap hamparan padi yang sedang menghijau. Hawa segar pun langsung meruap masuk kamar lewat jendela kamar. Sejenak saya termangu di pinggir jendela. Menatap hamparan padi yang menghijau. Betapa tenang dan damainya.

Tanpa menyalakan AC pun, udara dalam kamar masih terasa sejuk. Bang Ken, seorang wartawan media online yang satu kamar dengan saya langsung membuyarkan kegiatan saya terpaku pinggir jendela.

”Ngopi dulu bro. Nikmati pemandangan indah itu enaknya sambil ngopi,” katanya sambil menyodorkan secangkir kopi.

Ternyata dia tadi menyeduh kopi. Ah, makin sempurna saja menikmati hamparan padi menghijau sembari ditemani secangkir kopi hangat. Setiap seruputan kopi terasa nikmat sekali. Pikiran langsung melayang ke kampung halaman, sebuah desa yang ada di ujung timur Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

Hamparan padi seperti ini, masih banyak di kampung saya. Sambil menyeruput kopi, pikiran pun melayang ke masa kecil di kampung. Main di sawah dan mencari belalang. Ah, pemandangan sawah bikin saya melankolis.

Suasana dalam kamar Hotel D'Praya Lombok

Suasana dalam kamar Hotel D’Praya Lombok

Suasana dalam kamar pun cukup resik. Ada dua tempat tidur bersprai putih. Lantainya dari kayu. Cukup bersih. Tapi yang jadi nilai lebih dari hotel D’Praya adalah pemandangan di luar kamar. Bukan bangunan beton, bukan pula hiruk pikuk kehidupan kota. Tapi damai dan tenangnya pesawahan.

Hotel D’Praya ini juga letaknya cukup strategis. Ada di Jalan Raya Penunjak, Praya Barat. Sangat dekat ke Bandara Internasional Lombok. Kata Pak Rajab, supir yang tadi antar jemput kami, hanya 10 menitan waktu yang ditempuh dari hotel untuk sampai ke bandara.

Hotel D’Praya sendiri tarifnya tak terlalu mahal. Hotel ini masuk kategori bintang tiga. Untuk kamar tipe standar, tarif menginap tak terlalu mahal, ada dikisaran 500 ribuan. Saya kira mengeluarkan uang sebesar itu sepadan dengan suasana yang bisa dinikmati. Hamparan sawah, adalah bonus yang sungguh menurut saya tak bisa dinilai oleh uang. Fasilitas yang disediakan pihak hotel pun terbilang lengkap. Ada layanan wifi, yang bisa diakses dari kamar.

Salah-satu-sudut-Hotel-DPraya

Salah satu sudut Hotel DPraya

Bagi yang suka renang, ada kolam renang yang langsung berhadapan dengan restoran. Jadi, sambil berenang, bila lapar bisa langsung pesan makanan dari restoran. Jadi bila Anda suatu waktu pergi pakansi ke Lombok, atau punya kerjaan di sana, Hotel D’Praya saya kira jadi pilihan layak untuk tempat menginap. Nginap di sana, bikin pikiran tenang. Lumayan sebagai obat pengusir stress.

Subuh hari saya bangun. Hawa dingin terasa menggigit begitu saya buka jendela kamar. Bang Ken, teman satu kamar, terlihat meringkuk berbalut selimut. Usai solat Subuh, saya duduk termangu di depan jendela. Hamparan sawah yang tadi sore terlihat menghijau, kini nampak samar-samar di selubungi kabut. Begitu tenang dan adem. Tak ada hiruk pikuk keramaian. Tidak ada nyaring bunyi klakson atau deru mobil. Alam begitu terasa senyap.

comments powered by Disqus

Related Posts

Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat

Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

Read more

Kendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan

Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.

Read more

Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara

Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.

Read more