Jelajah Indochina #5 Singgah di Hoi An
Selamat tinggal Hue
Hue benar-benar membuat saya jatuh cinta. Kota kecil nan nyaman seperti ini cocok untuk dinikmati pelan-pelan dengan duduk nongkrong pinggir jalan, mengamati orang lalu-lalang. Hostel yang saya tempati tampaknya mengerti benar hal itu, di depan hostel disediakan bangku-bangku kecil dan sepeti penuh bir gratisan.
Sayang perjalanan saya di kota ini seperti ikutan Amazing Race, serba cepat, hanya sehari semalam saja. Teman sekamar malam itu kebetulan hanya dua orang, seorang cewek France dan seorang cowok Ireland yg Englishnya sengau sukar dimengerti, jadi sepi, padahal dormnya lumayan luas. Berbeda sekali dengan pagi ketika pertama tiba, kamar ramai dan berantakan.
Para pelancong memang hanya singgah, mereka datang untuk kemudian pergi.
Persinggahan cantik
Jam 7 pagi itu saya sudah check-out karena bus menuju Hoi An akan berangkat jam 8. Bus saya pesan sehari sebelumnya di mba-mba resepsionist hostel. Harganya saya lupa lagi, klo gak salah lumayan murah sekitar 6USD. Bus gede nyaman ber-AC. Setelah sarapan roti dan mie instan diiringi gerimis saya diantar resepsionis ke tempat bus ngetem.
Penumpangnya tak hanya turis banyak juga orang lokalnya. Saya duduk paling depan tepat belakang supir di sebelah mba-mba Vietnam.
Melihat ada orang asing dari kaca spionnya, dia langsung membalikkan badannya, sambil nunjuk-nunjuk saya dan mba-mba itu bergantian Pak Supir bilang “I love you” berulang kali sambil ketawa-ketiwi menggoda entah apa maksudnya, saya mesem-mesem saja.
Perjalanan dari Hue ke Hoi An waktu itu diiringi hujan tak terlalu lebat. Saya bersyukur karena hujannya baru turun hari ini ketika saya pergi.Hue-Hoi An ditempuh bus selama 4 jam saja. Di tengah perjalanan kita singgah di sebuah rumah makan kecil tempat para sopir bersitirahat dan para penumpang bisa makan atau minum melepas lelah. Namun saya lihat kebanyakan orang menuju ke jalan kecil di belakang warung itu.
Ketika diikuti, wow, ternyata pemandangannya cukup cantik, ada pantai dengan perahu-perahu nelayan. Walaupun cuacanya cukup hazy tapi pemandangan seperti ini selalu menyejukkan hati.
Hal lain yang menarik dari perjalanan darat ini adalah melewati Hai Van tunnel. Sebuah terowongan panjang menembus bukit yang baru dibuka pertengahan 2005. Sebelum adanya terowongan ini, bus biasanya melewati rute Hai Van Pass yang memakan waktu lebih lama, konon pemandangannya indah, semacam puncak mungkin tapi dengan view pantai.Sejenak di Hoi An
Empat jam sungguh tidak terasa, setelah melewati Danang, 30 menit kemudian saya sampai di Hoi An. Bus berbelok ke parkir belakang sebuah hotel kecil.
Aura kota baru sudah mulai terasa, jalannya sepi, bangunan-bangunan pun tidak terlalu banyak terlihat. Saya rada bingung juga kenapa diberhentikan di hotel, kirain bakal terminal bus. Namun ada untungnya juga, setelah tanya-tanya disana saya nitip backpack dengan gratis, bisa sewa sepeda juga. Mungkin sudah ada kerjasama antara hotel dengan pemilik bus tersebut.
Ya, memang saya tidak ada rencana untuk menginap di Hoi An, hanya singgah sementara saja memanfaatkan waktu sebelum menunggu penerbangan jam sepuluh malam dari Danang ke Saigon.
Setelah menitipkan backpack, saya sewa sepeda. Walaupun sebenarnya kaki masih pegel-pegel karena hari sebelumnya juga mengayuh seharian di Hue, tapi saya tak mau kehilangan banyak waktu dengan jalan kaki. Harga sewa sepeda murah hanya 1 USD kalau gak salah, masih sepeda pasar tapi lebih memprihatinkan kondisinya.Dengan peta yang didapat dari resepsionis hotel, saya mulai megayuh lagi.
Tujuan pertama yang sudah ditandai adalah Japanese Covered Bridge. Jembatan ini menjadi icon Hoi An jadi tidak terlalu sulit menemukannya. Dengan beberapa belokan ke gang-gang kecil sembari ikut arus turis lain nyampe juga. Sebuah jembatan tua, diatas sungai kecil. Mengapa bisa terkenal entahlah…Yang jelas jembatan bertudung ini menjadi penyelamat saya ketika hujan lebat tiba-tiba mengguyur Hoi An siang itu.
Sesuai namanya saya perhatikan pengunjung jembatan ini kebanyakan turis Jepang. Seperti biasa mereka selalu datang berombongan. Kesempatan ikut mendekat sembari mencoba melatih choukai, mendengarkan penjelasan guide, yang ternyata masih banyak yang tidak saya mengerti.
Atraksi utama Hoi An sebenarnya adalah daerah kota tuanya yang mrupakan warisan budaya dan dilindungi oleh Unesco. Banyak bangunan-bangunan tua dengan jalan dan gang-gang kecil diantaranya.Selain itu, pinggir jalan Hoi An juga banyak terdapat toko baju-baju tailor made dari mulai gaun, jaket hingga jas. Kabarnya banyak turis-turis memborong pakaian di toko-toko pakaian Hoi An, selain harganya murah, kualitasnya juga lumayan.
Bertemu pantai
Bosan dengan bangunan tua saya mulai melirik titik lain di peta, ternyata ada penunjuk jalan menuju pantai: To the beach! Agak khawatir juga, takut kayak di Hue yang udah mengayuh jauh gak ketemu juga pantainya. Namun daripada bosan menunggu pesawat jam 10 malem kenapa tidak dicoba saja.
Akhirnya saya mulai memacu lagi sepeda menuju arah pantai. Kalau nggak salah jalannya hanya lurus saja sepanjang Hai Ba Trung. Sekitar setengah jam mengayuh akhirnya mulai ada tanda-tanda banyak toko souvenir di pinggir-pinggir jalan, begitu pula kafe dan warung makan seafood mulai terlihat.
Tak lama kemudian seorang bapak-bapak dengan topi berumbai-rumbai aneh meyetop sepeda saya. Ternyata sepeda dilarang dibawa masuk ke daerah pantai, jadi harus diparkir hanya 5000 Dong saja.
Akhirnya setelah parkir dan berjalan beberapa lemparan tombak ke balik barisan pohon kelapa, mulailah terlihat pemandangan biru yang menyenangkan itu.Pantainya nampak tidak terlalu ramai, pengunjung bisa dihitung dengan jari. Tidak ada atraksi olahraga air, ya paling hanya berenang saja.
Tak begitu lama juga di pantai, selain panas, gak bisa ikutan renang juga karena ombaknya lumayan heboh. Akhirnya saya putuskan mengayuh lagi, menyusuri jalan jalan lain, ke arah pas pertama datang ke Hoi An. Nama jalannya di peta sih World Herritage Road. Kayaknya keren pikir saya.
Jalan tersebut membentang di bagian tengah Vietnam, dari mulai Vinh, Hue, Danang, Hoi An terus sampai Nha Trang. Jalannya bagus, beraspal, lurus dan landai. Namun pemandangan indah justru saya temukan di jalan kecil sebelum sampai di jalur world herritage tersebut.
Sepanjang jalan kecil tersebut pemandangannya masih asri, kiri kanan sawah atau ladang. Petani masih mengolah sawahnya dengan menggunakan kerbau. Bebek-bebek putih bergerombol di kubangan. Ada sungai besar dengan desa nelayan memotong jalan, menjelang sunset pemandangannya sungguh indah tak bisa digambarkan.
Puas poto-poto, dengan kaki yang sudah baal pegalnya saya balik lagi ke hotel. Untunglah toilet sedang kosong, langsung mandi tanpa minta izin boleh apa nggak.
Habis mandi, packing kemudian duduk manis di counter internet yang ternyata harus bayar. Tak lama kemudian, di sela guyuran hujan, taksi pesanan datang. Lupa bayar internet, buru-buru masukin backpack ke taksi. Dengan 15 USD (mahal yeee) saya pun meluncur ke Danang, 30 menit dari Hoi An, menuju bandara untuk mengejar penerbangan ke Saigon.
Berarti masih ada sambungannya ya…
Related Posts
Jelajah Indochina #4 Kereta ke Hue
Saat terakhir di Hanoi Bus tour Halong mengantarkan kembali saya ke Hanoi. Sang Guide meminta kartu nama hostel dan menurunkan saya di jalan yang ternyata keliru.
Read moreJelajah Indochina #3 Halong Bay
Siap-siap ke Halong Bay Sarapan pagi itu sebongkah roti bagette Perancis keras lengkap dengan selai buah persik, omelet, secangkir kopi instan dan buah-buahan.
Read moreJelajah Indochina #2 Hanoi
Selamat pagi Hanoi Penerbangan pertama (dan satu-satunya) ke Hanoi pagi itu berjalan lancar saja. Sempat rada was-was karena ada anak bule hyperaktif lari-larian mulu di _aisle_, entah berapa kali PP.
Read more