Jelajah Indochina #6 Saigon
Menuju Saigon
Jika waktu memadai memang lebih afdol memakai kereta dari Hue, jadi bisa singgah di Nha Trang, Dalat atau Mui Ne sebelum akhirnya sampai di Saigon. Alternatif lain yang lebih murah (dan lebih gahar) adalah dengan menggunakan bus.Banyak operator bus tour yang melayani rute dari Hanoi-Saigon dan sebaliknya. Keuntungannya bisa hop on/off dimana saja. Saya pernah lihat bus semacam itu di depan hotel di Hoi An. Tampak nyaman, double decker, kursi bisa disetel buat tiduran. Tentu saja harus alokasi waktu yang lebih panjang untuk menjelajah Vietnam dengan bus ini.
Saya sendiri sudah memesan sebuah tiket dari JetStar Airlines jauh-jauh hari seharga kira-kira 35 USD lewat internet. Pengalaman pertama memakai maskapai penerbangan selain Air Asia di luar negeri.
Tak sampai satu jam sampai juga di Danang International Airport. Bandara internasional ketiga setelah Noi Bai di Hanoi dan Tan Son Nhat di HCMC. Tidak megah, bahkan saya dapati beberapa tempat duduk tidak ditempati karena ternyata basah terkena bocoran dari atap. Di luar memang sedang hujan lumayan lebat.
Pesawat ternyata delay sekitar 40 menit. Malam kian larut, saya rada khawatir, akhirnya menelpon hostel di Saigon untuk memastikan keberadaan kamar yang sudah dibooking sekaligus konfirmasi kedatangan yang akan telat.
Setelah bosan menunggu, akhirnya bisa juga boarding. Pesawat JetStar ini seperti AirAsia model lama, menggunakan Boeing 737-400. Jarak antartempat duduknya kurang renggang.
Saya duduk dekat jendela, bukan di samping pak kusir yg sedang bekerja. Sebelah saya sekeluarga Vietnam, seorang Bapak memakai topi bundar lebar dengan warna biru muda, Istrinya dan anak kecil dalam gendongan…
Lewat tengah malam sampai juga di bandara Tan Son Nhat. Tentu saja bus umum sudah tidak ada. Saya pun segera ikut ngantri taksi.
Satu kebodohan yang saya lakukan disini adalah menyanyakan kembali tarif taksi ke petugas pengatur taksi bandara. Dia bilang 10USD, padahal ketika nanya ke hostel dibilangin hanya sekitar 90ribu Dong saja. Sempat saya tawar tapi rupanya petugas itu cukup gigih, saya capek dan menyerah.
Si supir taksi yang sepertinya kongkalingkong dengan petugas tersebut tampak tersenyum puas. Di taksi, saya perhatikan angka argo berhenti di kisaran 90rebuan dong ketika sampai di Bui Vien Street, tempat hostel saya berada. Saya tunjuk angka tersebut, coba menawar kembali. Tapi si supir tak mau, dia tetep keukeuh dengan kesepakatan semula 10USD >_< .
Yellow House Hotel yang sudah saya booking sebelumnya seharga 7USD/malam tampak masih buka walaupun sepi. Segera saya check-in untuk tiga malam. Si resepsionis, seorang cowok, tak terlau banyak senyum, mungkin ngantuk.Setelah kunci didapat, tiga anak tangga saya daki untuk sampai di kamar ber-ranjang 3 itu. Eh, gak ada orang, tapi di dua sisi dindingnya sudah ada 2 ransel 75 liter-an bersender.
Tak berapa lama akhirnya saya kenalan dengan dengan teman sekamar baru itu, seorang cowok Eropa (lupa orang mana) dan seorang cewek (lagi-lagi) France. Si cewek subuh-subuh udah geradak-geruduk sendiri, rupanya dia mau check out pagi-pagi sekali.
Si cowok ketika ditanya mau sampai kapan di Saigon dia bilang dengan English sengau-nya “two months”. Gile lama amat pikir saya, baru keesokan harinya ketika dia geradak-geruduk lagi subuh-subuh saya sadar ternyata dia bilang “tomorrow”
Jadwal di Saigon pun sangatlah padat. Hari pertama saya ikutan tur setengah hari ke Chu Chi tunnel. Tur ini saya pesan di hostel lewat tengah malam saat check in. Untunglah masih bisa, harganya sekitar 5 USD.
Yang istimewa dari tour ini saya rasa adalah guide-nya. Mr Binh namanya, blasteran Filipina sama Vietnam. Dengan English-nya yang sangat bergaya Amerika dia nyerocos menceritakan sejarah hidupnya dengan penuh semangat sepanjang jalan. Beliau ini veteran perang Vietnam, pihak Selatan yang berkoalisi sama Amerika.Ke Chu Chi-nya sendiri jangan lupa untuk nyobain masuk terowongan terkenal itu. Terowongan yang sudah lumayan membuat pengap itu kabarnya adalah versi yang sudah digedein buat keperluan turis nyobain. Bayangin yang aselinya sesempit apa.
Yang disesali dari tour ini adalah gagal mencoba menembak dengan senapan aseli AK-47 atau M16. Pasalnya harga pelurunya mahal 1 USD perbutir udah gitu mesti beli satu paket isi 10 butir. Turis lain pada share 10 butir dibagi 2, saya cuman gigit jari saja gak ada temannya. Sudah coba merengek ke petugas minta biar bisa beli 5 butir saja, tak digubrisnya T_T.
Sepulang dari Cu Chi masih tengah hari, saya sempatkan jalan-jalan sendiri keliling kota. Dari mulai jalan kaki sampai naek xe-om/ojek. Dari mulai pasar Benh Tanh, Saigon Central Mosque sampai akhirnya nyampe kantor pos dan katedral.
Pas balik lagi ke sekitaran Pham Ngu Lao ternyata di tamannya lagi ada acara pembukaan Asian Indoor Games, seru juga ada pertunjukan akrobat dan tari-tarian tradisional.
Hari kedua ikutan one day tour Mekong Delta. Paket tournya dibeli menjelang tengah malam juga, di sebuah agen travel jalan De Tham, TNK Travel namanya. Harga paket tournya 9USD, dapet kortingan dari 10USD.Dianter ke Mekongnya pake bus gede, ada dua guide yang menyertai, English speaking sama Japanese speaking. Orang-orang jepang itu memang suka bikin kelompok sendiri deh.
Fitur utama dari tour ini adalah menyusuri delta sungai Mekong, singgah di perkampungan peternak lebah madu yang banyak pohon lengkengnya. Disuguhin teh madu, disuguhin buah-buahan sama nyanyi-nyanyian tradisional Vietnam. Setelah itu naek sampan kecil menyusuri sungai-sungai kecil yang masih lebat dengan pohon water coconuts, semacam sawit, persis kayak yang ada di suaka Muara Angke.
Makan siang dengan sajian gratisnya mie goreng babi. Tentu saja saya bilang dulu kalau saya vegetarian (jadi-jadian) jadi mie-nya gak pake daging harom itu. Terakhir ditutup dengan kunjungan ke desa pembuat permen dari kelapa. Sederhana tapi dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi paket tour yang lumayan terkenal.
One hour only ten dollar, Sir
Pulang dari tour Mekong sekitar jam 5 sore. Lumayan masih ada waktu untuk jalan-jalan lagi. Malam terakhir di Saigon, sekaligus terakhir di Vietnam. Petang itu ke Central Mosque lagi. Menenangkan diri, sembari mencari makanan yang lumayan nendang dan halal.
Hari sebelumnya saya dikasih tau seorang jamaah, ada rumah makan kecil di belakang mesjid, lumayan ada nasi, omelet sama kari. Kari-nya yang paling murah sayuran, entah sayur apa, semacam polong-polongan tapi gede. Rasanya lumayan lah untuk ukuran perut yang lapar sangat.
Malam terakhir ini rada mewah dikit, makannya di restoran seberang mesjid, Halal Saigon namanya. Pastilah makanannya halal semua. Seperti biasa, dalam rangka mencicipi nasi goreng seluruh dunia, saya pesen nasi goreng disana.
Dalam perjalan pulang menuju penginapan, sudah agak larut. Disamperin bapak-bapak ojek, merangkul pundak saya seraya sok akrab berbisik
“Hey my friend, I have a very nice girl for you, come on” Gitu lah kira-kira, ngajak ke tempat gituan.
Sudah dua kali kena tempel bapak-bapak itu. Ya, saya kadang-kadang linglung, tersesat lewat jalan yang sama, bolak-balik berulang kali. Saya percepat jalan sambil berkata no thanks.
Eh, ada yang lebih parah lagi, seorang ibu-ibu dengan motor bebek mengejar perlahan.
“Sir, sir, 1 hour only ten dollar Sir” teriaknya.
Saya menoleh sekejap, di belakang si ibu-ibu itu duduk manis seorang gadis dengan riasan super tebal, mengenakan helm cetok.
Walaupun cewek berwajah oriental biasanya selalu menggoyahkan iman, namun untunglah cewek bermake-up tebal bukan tipe saya, jadi saya jawab no thanks saja sambil berlalu. Gile, masa orang pulang dari mesjid ditawarin gituan (emang tau?)
Akhirnya malam itu saya akhiri dengan poto-poto di depan City Hall dengan lightingnya yang keren.Bersambung lagi…
Related Posts
Jelajah Indochina #5 Singgah di Hoi An
Selamat tinggal Hue Hue benar-benar membuat saya jatuh cinta. Kota kecil nan nyaman seperti ini cocok untuk dinikmati pelan-pelan dengan duduk nongkrong pinggir jalan, mengamati orang lalu-lalang.
Read moreJelajah Indochina #4 Kereta ke Hue
Saat terakhir di Hanoi Bus tour Halong mengantarkan kembali saya ke Hanoi. Sang Guide meminta kartu nama hostel dan menurunkan saya di jalan yang ternyata keliru.
Read moreJelajah Indochina #3 Halong Bay
Siap-siap ke Halong Bay Sarapan pagi itu sebongkah roti bagette Perancis keras lengkap dengan selai buah persik, omelet, secangkir kopi instan dan buah-buahan.
Read more