Kenangan yang Tertinggal di Empal Gentong Haji Apud
Pada hari Kamis, 7 April 2016, saya dapat kabar Bupati Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Utje Choeriah Hamid Suganda meninggal dunia. Tentu saya bersedih. Kuningan adalah tanah kelahiran saya. Bisa dikatakan, Bu Utje adalah bupati saya. Karena saya lahir dan besar di sana, sebelum tinggal di Jakarta sekarang.
Namun yang membuat saya bersedih, kenangan tentang Bu Utje. Beberapa waktu lalu, saya pernah ke Kuningan untuk meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang hendak menghadiri sidang paripurna DPRD Kuningan dalam rangka hari jadi kabupaten tersebut yang ke- 517. Usia yang sangat tua. Lebih tua dari usia Kota Jakarta.
Kuningan sendiri, hanya kabupaten kecil. Kotanya juga tak begitu luas. Banyak tempat wisata menarik di Kuningan. Yang paling terkenal adalah Linggarjati. Di Linggarjati, ada taman wisata. Di sana juga ada gedung bersejarah tempat dilangsungkannya perjanjian Linggarjati antara pemerintah Indonesia dan Belanda.
Tidak jauh dari Linggarjati, ada pemandian alami Cibulan. Di Cibulan, pengunjung akan merasakan sensasi berenang dengan ikan kancra bodas atau biasa pula disebut ikan dewa, yang panjangnya ada yang 1 meter. Masih di sekitar Linggarjati, ada tempat wisata pemandian air panas Sangkanhurip. Air panasnya alami. Di Sangkanhurip juga banyak penginapan murah. Ada pula hotel berbintang, seperti Grage Sangkan yang paling terkenal di sana.
Gunung tertinggi di Jawa Barat juga di Kuningan, yaitu Gunung Ciremai. Gunung ini salah satu favorit pendaki gunung. Setiap tujuh belasan Agustus, Ciremai akan diserbu ribuan pendaki. Biasanya akan ada upacara pengibaran bendera Merah Putih, tepat pada tanggal 17 Agustus di Puncak Ciremai. Dua kali saya pernah mendaki Ciremai. Dulu waktu masih kuliah. Dua kali mendaki, sukses sampai ke Puncak. Kuningan juga sekarang punya kebun raya.
Soal kuliner, Kuningan juga tak kalah dengan daerah lain. Jika Sumedang punya tahu Sumedang, Kuningan juga punya tahu khasnya. Tahu Kopeci yang paling terkenal. Sentra pembuatan tahu sendiri ada di sepanjang jalan Kuningan-Ciamis, sebelum waduk Darma. Kuliner lainnya yang terkenal adalah tape ketan yang dibungkus daun jambu air. Tape ketan ini, oleh-oleh khas Kuningan. Saya jika pulang kampung, pasti akan membawa beberapa ember tape ketan Kuningan. Kuningan juga terkenal dengan kupat tahunya. Pokoknya kalau pergi piknik ke Kuningan pasti puas.
Pergi ke Kuningan juga sekarang lebih cepat dengan adanya Tol Cipali (Cikampek-Palimanan). Dari Jakarta bisa langsung jos sampai pintu tol Ciperna. Keluar pintu tol, belok kanan, langsung meluncur ke Kuningan. Jadi, tak perlu lagi harus lewat jalur Pantura. Jalan menuju Kuningan pun sangat mulus. Ke Kuningan juga bisa naik kereta. Tinggal turun di stasiun Cirebon, lalu melanjutkan perjalanan ke Kuningan.
Senin, 31 Agustus 2015, saya dapat kesempatan pergi ke Kuningan naik kereta. Ke sana untuk liputan. Berangkat dari stasiun Gambir, Jakarta, sore hari, sekitar pukul 17.00 Wib. Pergi ke sana sendirian, naik kereta Argo Jati, kereta jurusan Jakarta-Cirebon.
Pak Menteri sendiri pergi ke Kuningan selepas magrib, naik kereta Gajayana jurusan Malang yang memang singgah di stasiun Cirebon. Tiba di Stasiun Cirebon, sudah agak malam. Pak Acho Maddaremmeng ditemani seorang stafnya sudah menunggu di stasiun. Pak Acho berangkat duluan ke Cirebon pakai mobil. Stasiun Cirebon sendiri tak banyak berubah. Bangunannya tetap antik, peningalan Belanda.
Bersama Pak Acho, kami pun menunggu kedatangan Pak Menteri. Setelah menunggu, akhirnya rombongan Pak Menteri tiba. Ada pemandangan menarik saat Pak Menteri tiba. Ia langsung diserbu beberapa ibu-ibu yang sepertinya satu kereta untuk foto bareng. Setelah itu, ditemani kepala stasiun Pak Menteri menuju pintu keluar. Ternyata, Bu Utje bersama suaminya dan beberapa staf Pemkab Kuningan sudah menunggu.
Pak Menteri pun masuk mobil yang telah disediakan. Di kawal mobil polisi, rombongan Pak Menteri meluncur keluar halaman parkir stasiun. Saya sendiri numpang mobil Pak Acho. Awalnya, saya pikir akan langsung menuju ke Kota Kuningan. Ternyata, rombongan Pak Menteri justru mengarah ke Plered. Kata Pak Acho, Pak Menteri ingin makan empal gentong. Wah, mendengar itu, perut langsung berbunyi. Dalam benak langsung terbayang nikmatnya kuah empal gentong. Apalagi makan empal malam-malam. Pasti sungguh nikmat.
Karena pakai pengawalan, kami cepat tiba di rumah makan empal gentong yang dituju. Empal Gentong Haji Apud di Jalan Raya Plered, Cirebon yang jadi tujuan Pak Menteri. Wah, Pak Menteri tahu saja, tempat makan empal gentong terkenal di kota udang. Ya, empal gentong Haji Apud bisa dikatakan salah satu yang paling tenar di Cirebon.
Di dalam rumah makan, saya dan Pak Menteri duduk di meja terpisah. Pak Menteri duduk di meja bersama Bu Bupati dan suaminya, Hamid Suganda yang juga mantan Bupati Kuningan. Sementara saya duduk di meja, bersama Pak Acho, dan ajudan Pak Menteri. Pesanan pun datang. Saya sudah tak sabar ingin segera menyikat semangkuk empal gentong.
Begitu mangkuk berisi empal terhidang depan mata, langsung disikat. Ditaburi sambal kering, empal gentong Haji Apud, rasanya sungguh sempurna. Dagingnya empuk. Kuahnya nikmat. Sampai saya berkeringat, begitu satu mangkuk empal habis tak bersisa.
Saya lirik meja Pak Menteri. Pak Menteri pun terlihat begitu menikmati empal Haji Apud. Bahkan Pak Menteri, selain pesan empal, juga pesan beberapa tusuk sate kambing. Ya, Pak Menteri memang penggemar sate kambing, selain nasi kebuli dan sop kaki.
Setelah makan, rombongan Pak Menteri langsung meluncur ke Kuningan. Sementara saya dengan Pak Acho menginap di Hotel Aston Cirebon. Rencananya pagi hari, saya baru meluncur ke Kuningan. Jarak Cirebon-Kuningan sendiri tak begitu jauh. Sekitar satu jam perjalanan dari Cirebon untuk sampai ke Kota Kuningan.
Hotel Aston sendiri, adalah salah satu hotel terbaik di kota Udang. Bangunannya besar. Bahkan dari kamar yang saya inapi, bisa melihat pemandangan kota Cirebon. Pendar-pendar lampu kota, tampak begitu indah dilihat dari jendela kamar.
Menu sarapan pagi di Hotel Aston juga begitu lengkap. Menu kuliner khas Cirebon lengkap tersedia. Ada empal, juga nasi jamblang. Dan yang bikin saya suka, disediakan pula minuman jamu. Ada jamu berbahan kunyit, dan juga beras kencur. Sebelum berangkat ke Kuningan, saya sempat selfie dulu di depan replika kereta kencana Keraton Cirebon yang ditaruh di depan lobi. Baru setelah itu, meluncur ke kota Kuningan. Ah, sungguh kenangan tak terlupakan. Kini Bu Utje sudah pergi ke pangkuanNya. Semoga damai di alam Baqa sana, Bu.
Related Posts
Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read moreMuseum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara
Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.
Read more