Kesetiaan Lidah Orang Bugis
Namanya Pak Acho Madderemeng. Dia adalah Kepala Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri. Saya kenal dekat dengannya, karena tiap hari saya liputan di kementerian tersebut.
Pak Acho, berdarah Bugis. Dia berasal dari Sulawesi Selatan. Pak Acho juga senang berkuliner. Sering dia mengajak para wartawan untuk makan bareng. Namun yang selalu saya catat adalah ‘kesetiaan’ lidah Pak Acho terhadap menu asal daerahnya. Salah satunya Coto Makassar. Coto Makassar, adalah kuliner khas Tanah Bugis.
Pada Coto Makassar, lidah Pak Acho selalu setia. Dia tak pernah pindah selera hati, meski mungkin sudah ragam kuliner yang ia cicipi. Coto Makassar, selalu yang nomor satu. Menu itu, selalu yang pertama ia cari. Baru, jika tak ada, apa boleh buat, menu lain yang akan dicicipi.
Seperti pada bulan puasa kemarin. Usai berbuka, dan solat Magrib, ia langsung mengajak saya dan beberapa wartawan ke sebuah rumah makan Coto Makassar, yang ada di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Dari kantornya, di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, tak jauh dari Monumen Nasional, kami meluncur menggunakan mobil. Kebetulan tugas membuat berita sudah kelar. Jadi, saya punya waktu ‘kosong’. Dan, seperti dapat durian runtuh, ada yang ngajak makan. Di traktir pula. Keberuntungan yang dobel. Mungkin berkah bulan Ramadhan he.he.he.he.
Tak sampai 30 menitan, kami pun sampai di tempat makan yang dituju. Rumah makan Coto Makassar Senen, namanya. Letaknya tak jauh dari pusat kuliner masakan Padang yang juga ada di sekitaran Senen. Tempatnya sederhana saja, tak seperti rumah makan besar. Hanya tempat terbuka, yang menempel di sisi jalan kecil.
Hanya ada deretan meja lengkap dengan bangkunya. Memanjang, dan tak terlalu lebar. Kata Pak Acho, rumah makan Coto Makassar Senen, adalah salah satu rumah makan langganannya. Ia kerap mampir makan di sana, memuaskan rindunya akan kuliner dari tanah kelahirannya.
Rumah makan Coto Makassar Senin, didominasi cat warna hijau. Di dinding tergantung foto-foto kota Makassar tempo dulu. Jadi, mirip galeri foto. Cukup banyak foto tempo dulu yang dipajang.
Setelah dapat tempat duduk, kami pun memesan coto. Saya pesan coto dengan campuran daging dan babat. Sementara yang lain coto daging. Tidak lama, pesanan datang. Satu porsi coto dalam mangkuk kecil begitu menggoda untuk segera disantap.
Kuahnya menggugah selera. Tak menunggu aba-aba, saya pun langsung menyikat satu porsi coto di depan mata. Di makan bersama ketupat, rasanya sungguh sempurna. Tiba-tiba Pak Acho berkata. ” Mas cobain deh makan dengan telor bebek rebus.”
Pak Acho pun langsung mengambil telor bebek rebus yang memang sudah tersedia sejak tadi di atas meja. Telor dikupasnya. Setelah itu, langsung dicelupkan dalam mangkuk coto. Dan disantap. Terlihat Pak Acho begitu menikmati.
Tergoda, saya pun ikut mencobanya. Saya juga ambil satu telor bebek rebus. Dikupas, lalu dicelupkan. Setelah itu, langsung disuap, bersama dengan kuah coto. Uhhh rasanya nikmat. Rasa coto, meresap dalam potongan telor. Sambil makan Pak Acho bercerita. Di Jakarta, tempat makan coto yang enak ada di beberapa tempat. Tapi yang enak katanya ada di Kelapa Gading. Tempat lainnya di sekitaran jalan Ampera, Jakarta Selatan, tak jauh dari kampus Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), salah satu kampus plat merah di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri.
Dia sendiri mengaku, kalau sedang dapat tugas ke Ampera, selalu mampir menyantap coto. Sungguh setia sekali lidahnya akan masakan kampung halaman. Soal harga tenang saja. Satu porsi coto, tak membuat kantong bolong. Cukup murah. Rasanya pun nendang. Makan sampai berkeringat.
Saya sendiri, pertama kali makan coto di kota Makassar, saat dapat tugas peliputan ke sana. Dan, Pak Acho yang pertama kali mengenalkannya. Bak duta kuliner, Pak Acho selalu antusias jika sudah mengenalkan makanan khas kampung halamannya. Di Makassar, bahkan saya diajak makan selain coto juga sop saudara. Ini juga mirip coto, tapi lebih mendekati sop. Tapi soal rasa, sama-sama nendangnya.
Kata Pak Acho, sebagai orang Bugis, soal kuliner, kesetiaan pertama tentunya pada coto. Dan bagi orang Bugis, jika sedang ada diperantauan, maka yang dicari dimana ada yang jual coto. Jadi kata dia, kalau mau cari orang Bugis ngumpul, cari saja rumah makan coto. Pasti, banyak orang Bugis.
Related Posts
Nikmatnya Soto Pak Gendut Jalan Sabang
Soto kepala ayam di Warung Soto Pak Gendut, rasanya maknyuss “Kita makan dulu ya mas” kata Anggun yang duduk di depan.
Read moreGudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read more