Mampir ke Kampoeng Kopi Banaran, Tempat Ngopi Nyaman di Pinggiran Kota Semarang
Dari tanggal 28 Februari sampai 4 Maret 2018, saya ditugaskan kantor meliput kunjungan kerja Menteri Dalam Negeri yang saat itu masih dijabat oleh Pak Tjahjo Kumolo. Ada tiga daerah yang kunjungi, yakni Ambon, Bali dan Semarang. Di Bali, Pak Menteri menghadiri prosesi Ngaben Istri Raja Ubud terakhir. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Semarang. Rencananya dari Semarang lanjut ke Ambarawa, kota terakhir yang akan dikunjungi Pak Menteri.
Tiba di Semarang sudah malam. Esoknya, Sabtu, 3 Maret 2018, sekitar pukul 08.00 pagi, saya dan Bang Ken, wartawan lain yang ikut meliput sudah turun dari kamar untuk sarapan. Di ruang sarapan, Pak Acho, Kepala Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri dan ajudan Pak Menteri sedang asyik mengobrol. Di meja lain, Ima dan Diah, dua wartawati yang juga ikut meliput sedang khusyu menikmati sarapannya.
Selesai sarapan, Pak Acho mewanti-wanti kami, agar siap sekitar pukul setengah dua belas siang di lobi hotel. Rencananya Pak Menteri akan berangkat ke Ambarawa sekitar pukul 12.00. Menjelang tengah hari, saya, Ima, Diah dan Bang Ken, sudah stand by di lobi hotel menunggu Mendagri turun. Pukul 12.00 lewat beberapa menit, tampak Pak sudah tiba di lobi hotel dan langsung menuju mobilnya yang telah menunggu sejak tadi. Kami pun bergegas masuk ke mobil yang telah disediakan. Mobil pun meluncur. Beberapa saat, mobil yang kami tumpangi masuk kawasan kota tua. Dan berhenti di sebuah warung sate. Warung Sate 29 namanya.
Ternyata, Menteri Tjahjo hendak menunaikan janjinya, makan sate kambing seperti yang diucapkannya saat ngopi di sebuah kafe di Bali. Warung Sate 29, tak terlalu besar. Tak jauh dari warung, hanya terpisah jalan terlihat Gereja Blenduk, salah satu gereja tua di Semarang. Pak Menteri pun, mengajak kami seluruh wartawan yang ikut duduk satu meja. Setelah semua duduk, ia pun langsung memanggil pelayan warung. Lalu memesan menu. Ia pesan sate daging tanpa lemak, gule olor, otak, Bakungan dan sate buntel. Benar-benar makan besar.
Sambil menunggu pesanan datang, Pak Menteri bercerita. Kata dia warung sate 29, langganan dia sejak lama. Bahkan, sejak SMP, ia sudah sering makan di warung tersebut. Kata dia, dulu rumahnya dekat warung sate ini. “Ini warung sate langganan saya sejak SMP,” kata Pak Menteri.
Hampir semua menu di pesan Pak Menteri. Cara penyajian sate beda dengan warung sate biasanya. Sate disajikan tidak dalam bentuk tusukan. Tapi di sajikan dalam piring sudah dalam kondisi tak ditusuk. Jadi makan potongan sate tinggal langsung pakai sendok. Selesai makan sate, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Ambarawa. Saya dan Bang Ken, sempat tertidur di dalam mobil. Mungkin karena kekenyangan.
Sekitar pukul 15.00 Wib, rombongan kecil Pak Menteri, tentu termasuk saya di dalamnya, tiba di daerah Banaran, Jawa Tengah. Sabtu itu, rencananya, Mendagri hendak menghadiri acara peresmian patung dr Tjipto Mangoenkoesoemo di Ambarawa. Karena acara baru digelar sekitar pukul 19.00 Wib, kami singgah sebentar di sebuah warung kopi tak jauh dari kota Ambarawa.
Warung Kopi ini, ada di pinggir jalan raya. Menurut pelayan warung, warung kopi ini dulunya hutan. Di sekelilingnya kebun kopi. Kemudian dibangun warung kopi dengan menu andalan kopi Banaran. Di warung kopi yang juga dilengkapi dengan penginapan ini, saya mencipi secangkir kopi Banaran. Kopinya harum tanpa ampas. Saya juga sempat mereguk bir pletok. Di temani singkong keju, acara ngopi sore itu benar -benar sempurna.
Pak Menteri pun, tampak asyik ngobrol ditemani secangkir kopi hitam. Saya sempat keliling Kampung Kopi Banaran. Sekitar warung, ada minimarket kecil. Sedikit menanjak deretan kamar penginapan. Udara sekitar Kampung Kopi Banaran begitu sejuk. Cocok untuk tempat rehat dan menginap. Sampai kemudian adzan Magrib terdengar berkumandang.
Hari telah remang. Sebentar lagi malam dijelang. Tiba -tiba terlihat Pak Menteri membuka sepatunya. Dan meminta ajudannya mengambilkan sandal jepit. Rupanya ia hendak menunaikan solat Magrib. Pak Acho, ajudan, saya, Ima dari Diah, ikut mengekor di belakang Pak Menteri. Mushola yang dituju tak jauh dari warung kopi. Tiba di mushola sudah ada beberapa orang hendak menunaikan solat magrib. Setelah berwudhu, Pak Menteri masuk ke mushola. Pak Acho yang juga sudah ada dalam mushola dimintanya jadi imam solat. Sementara Pak Menteri berdiri dibelakang jadi makmum anak buahnya. Pak Menteri solat dengan khusyunya.
Usai solat, ia tampak tafakur berdoa. Cukup lama ia berdoa. Selesai berdoa ia keluar dari dalam mushola. Di teras mushola, satpam warung kopi menghadangnya. Dengan sopan, satpam warung kopi memohon untuk foto bareng. Dengan tersenyum, Pak Menteri pun melayani permintaan foto bareng. Ada dua orang satpam yang minta foto bareng.
Di luar mushola pun, beberapa pelayan warung kopi yang habis solat magrib minta foto bareng. Rupanya mereka menunggu kesempatan untuk foto bareng. Tadinya, mereka ragu-ragu minta foto bareng. Setelah melihat satpam warung bisa foto bareng, mereka pun menghampiri Pak Menteri meminta hal yang sama. Usai sholat, baru kemudian kami bersama Pak Menteri berangkat ke Ambarawa. Hari sudah gelap saat mobil bergerak ke Ambarawa.
Tiba di Ambarawa mendekati Isya. Rombongan langsung bergerak ke tempat acara di gelar. Tiba di acara, tempat sudah ramai. Warga berjubel di kiri dan kanan jalan. Ternyata, patung dr Tjipto, yang hendak diresmikan ada di tengah dua ruas jalan. Begitu tiba, Mendagri langsung diantar panitia ke kursi tamu.
Acara pun langsung dimulai, dengan di awali menyanyikan lagu Indonesia Raya. Malam terus merambat. Suasana makin ramai. Ketua panitia mengawali sambutan. Katanya, di Ambarawa ini, tokoh pergerakan Tjipto Mangoenkoesoemo di makam. Patung dr Tjipto sendiri didirikan untuk mengingat jasa sang dokter. Selain akan jadi ikon kota Ambarawa. Setelah itu Bupati Semarang yang memberi sambutan. Dalam kata sambutannya, ia berterima kasih atas kesediaan Mendagri meresmikan patung dr Tjipto. Baru setelah itu, Menteri Tjahjo yang memberi sambutan.
” Ambarawa kota pahlawan, kota palagan ada museum kereta api. Kota budaya, kota pariwisata. Ada tokoh besar dr Tjipto,” kata Pak Menteri.
Pak Menteri pun berharap, dengan adanya patung dr Tjipto, anak-anak muda di kota Ambarawa bisa menyerap spirit dan keteladanan tokoh pergerakan tersebut. Selesai sambutan Mendagri, acara dilanjutkan dengan penyerahan plakat yang diserahkan langsung Pak Menteri ke Bupati Semarang, keluarga dr Tjipto, dan pihak panitia. Malam itu juga, Pak Menteri dapat hadiah lukisan dirinya yang dibuat seniman setempat.
Acara dilanjutkan dengan atraksi angklung dan paduan suara dari para siswa SMP di Ambarawa. Lagu Indonesia Tanah Air Beta, dinyanyikan memecah malam. Pukul 19.42, puncak acara pun tiba. Pak Menteri dipersilahkan untuk menggunting pita tanda peresmian patung. Begitu pita digunting, selubung kain yang membungkus patung pun terbuka.
Maka terlihatlah patung sang dokter secara utuh. Patung dr Tjipto pakai busana Jawa, lengkap dengan blangkon, beskap, dan kain sarung. Ia menjinjing tas, tangan kanannya memegang tongkat.
Patung berdiri gagah, menghadap jalan. Seiring selubung patung terbuka, kembang api pun menyala, diiringi lagu rawe- rawe rantas. Baru disusul lantunan musik angklung yang dimainkan para murid SMP. Suasana pun kian meriah dengan pesta kembang api yang indah menghiasi angkasa. Sekitar setengah jam, pesta kembang api berlangsung.
Selesai pesta kembang api, Pak Menteri diajak panitia untuk membuka pameran lukisan di sebuah wisma tak jauh dari tempat acara peresmian patung. Saya, Bang Ken, Ima dan Diah pun ikut kesana. Di dekat pintu masuk pameran, ada stand jamu dari perusahaan jamu cap Orang Tua. Kata penunggu stand, pabrik jamu Orang Tua, memang ada di Ambarawa. Pengunjung pameran bisa mencicipi jamu produk Orang Tua secara gratis. Saya pun sempat minum beberapa gelas jamu racikan penjaga stand. Badan jadi hangat.
Di pameran lukisan, Pak Menteri sempat membeli satu lukisan bergambar Presiden Jokowi. Entah berapa harga lukisan itu. Malam terus pergi. Selesai meresmikan pameran dan berkeliling melihat lukisan, Pak Menteri kembali menuju Semarang. Tiba di Semarang malam sudah beranjak tua. Mampir sejenak untuk makan malam. Warung Gudeg Mbak Tum yang dipilih. Malam itu, Warung Mbak Tum sangat ramai dengan pembeli. Bahkan pembeli sampai harus antri. Ada yang makan lesehan di atas trotoar. Padahal, warung Mbak Tum, hanya warung tenda.
Kata Pak Menteri, warung Mbak Tum adalah salah satu warung favoritnya. Selesai makan, rombongan Pak Menteri bergerak ke hotel. Perut kenyang. Kantuk pun datang. Di kasur empuk, saya pun menjemput mimpi, setelah menelpon sebentar istri tercinta di rumah. Esok pagi, kami akan kembali ke Jakarta.
Related Posts
Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read moreMuseum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara
Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.
Read more