Menikmati Layanan Kelas Bisnis Batik Air
Nama maskapai Batik Air kini mulai terkenal. Maskapai ini, nginduk ke Lion Air Grup, perusahaan penerbangan komersil milik Rusdi Kirana. Selain Batik Air, Grup Lion juga mengoperasikan Lion Air dan Wings Air.
Tapi diantara ketiganya, Batik Air yang disukai pengguna jasa pesawat terbang. Selain layanannya, Batik Air jarang delay. Ini berbeda dengan Lion Air, saudara tuanya yang dicap doyan delay. Bahkan soal ketepatan waktu terbang, Batik Air kabarnya mengalahkan Garuda Airlines, maskapai plat merah milik pemerintah.
Menjelang akhir bulan Maret 2016, saya punya kesempatan pergi ke Papua. Terbang ke Papua via Bandara Hasanuddin, karena sebelumnya saya harus ke Palu untuk urusan peliputan di sana. Baru dari Palu terbang ke Bandara Hasanuddin. Dari Bandara Hasanuddin nyambung penerbangan ke Papua.
Saya rencananya pergi ke Papua pakai Batik Air. Saya terbang bersama Pak Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Ya, saya pergi ke Papua dalam rangka meliput kegiatan Pak Mendagri di bumi Cendrawasih. Pagi hari saya sudah ada di Bandara Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan.
Setelah sarapan, panggilan untuk boarding pun terdengar. Dan yang bikin saya senang, saya akan naik Batik Air di kelas bisnis. Wuihh, ini pertama kalinya saya terbang duduk di kursi kelas bisnis. Kata staf Kementerian Dalam Negeri yang menyertai saya, karena tiket untuk kelas ekonomi habis maka kelas bisnis yang dipesan.
Ah, senengnya bukan main bisa terbang dan duduk manis di kursi kelas bisnis, meski itu pakai Batik Air. Saat sudah masuk ke dalam badan pesawat, saya langsung mencari nomor seat yang akan saya duduki. Setelah ketemu langsung saya duduki. Nyaman banget dan sedikit lebih lapang ketimbang kelas ekonomi.
Kawan saya, Tika, wartawati sebuah harian nasional yang terbit di Jakarta, duduk di samping saya, tepat dipinggir jendela. Semangat untuk narsis pun datang. Saya minta Tika memotret saya yang duduk manis di kursi kelas bisnis.
” Maklum Ta, ini pertama kali saya naik kelas bisnis he.he.he.he,” kata saya saat meminta Tika memotret saya. Tika hanya tersenyum simpul mendengar kata-kata saya.
Pak Menteri Tjahjo sendiri duduk di seberang saya. Dia duduk di kursi barisan paling depan. Dia hanya ditemani seorang ajudannya. Tak ada staf lain yang menyertainya. Sementara saya, duduk di seberangnya, hanya saja di kursi barisan kedua. Tidak berapa lama, setelah penumpang masuk semua pesawat mulai bergerak ke run way untuk take off menuju Bandara Sentani di Papua. Perjalanan yang cukup lama, sekitar 4 sampai 5 jam waktu yang harus ditempuh untuk sampai di Papua.
Pesawat pun mengudara. Tak berapa lama, pramugari Batik Air yang cantik semampai membagikan handuk basah yang hangat. Duh, layanan yang tak pernah saya nikmati di kelas ekonomi. Handuk hangat pun saya basuhkan ke wajah. Rasanya wajah langsung fresh setelah dilap oleh handuk hangat.
Di depan kursi yang saya duduki terdapat layar untuk menikmati hiburan selama perjalanan. Tak lama, Mbak pramugari yang canti datang lagi. Kali ini, menawarkan minuman. Saya pilih orange jus. Minuman pun datang, lengkap dengan kue, serta buah-buahan.
Ternyata di kursi tak disediakan earphone, seperti di dalam pesawat Garuda. Jadi tak afdol melihat tayangan film tanpa mendengar suaranya. Sama saja nonton film bisu. Maka, ketika Mbak Pramugari lewat, saya langsung memanggilnya. ” Mbak, saya mau beli earphone,” kata saya.
Lho kok membeli? Bagi yang belum pernah naik Batik Air, maskapai ini tak menyediakan earphone secara gratis untuk menikmati tayangan film atau musik di dalam pesawat seperti maskapai Garuda. Di Garuda, earphone disediakan gratis. Earphone selalu disediakan di setiap kursi. Terselip di belakang kursi, menyatu dengan majalah internal maskapai tersebut. Di Batik Air tak begitu.
Jadi, kalau mau pakai earphone harus beli dengan terlebih dahulu memesannya ke pramugari. Harganya kalau tak salah 25 ribu. Ya, lumayan harus merogoh duit sekedar untuk menikmati lagu atau film.
Tapi kata si Mbak pramugari, untuk penumpang kelas bisnis, earphone dipinjamkan gratis. Tak usah beli, katanya. Wuih, satu lagi layanan yang beda. Tidak berapa lama, Mbak pramugari yang cantik sudah datang lagi, membawa earphone yang saya minta.
Setelah agak lama pesawat mengudara. Mbak pramugari datang lagi membawa makanan. Menunya nasi, daging, sayuran, plus buah-buahan. Pokoknya, saya seperti pengusaha kaya ha.ha.ha.ha.
Sambil makan saya pun menikmati tayangan dokumenter tentang traveling lewat layar mini di depan saya. Tayangan traveling, berasal dari program traveling Astro TV, perusahaan televisi berbayar asal Malaysia. Satu tayangan habis. Saya pilih tayangan lain, masih soal traveling. Tapi dari beberapa tayangan yang saya lihat, sama sekali tak satu pun ada tayangan tentang destinasi di Indonesia. Memang ada disebut, hanya tak jadi tayangan utama. Banyaknya tayangan destinasi wisata atau kuliner dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina dan Thailand.
” Lha, ini mana tayangan destinasi Indonesiannya?” saya bertanya-tanya.
Menurut saya, sebagai maskapai penerbangan dengan membawa brand Indonesia, yakni ‘Batik’, harusnya Batik Air, ikut mempromosikan destinasi dari Indonesia. Bukannya justru mempromosikan destinasi wisata negeri tetangga. ” Ah, kurang nasionalis nih,” gerutu saya dalam hati.
Padahal maskapai ini pakai nama Batik. Idealnya ya, tayangan hiburan terutama soal travelingnya menampilkan apa yang dimiliki Indonesia. Bukannya negara-negara tetangga. Jadi, nama Batik yang melekat kurang punya greget. Sampai hampir habis saya tonton semua tayangan travelingnya, saya tak melihat tayangan destinasi dari Indonesia. Mungkin terlewat. Dan semoga saya keliru. Tapi bila benar, rasanya sungguh disayangkan. Semoga, ini jadi bahan masukan bagi Batik Air, agar maskapai ini benar-benar Indonesia banget.
Related Posts
Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read moreMuseum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara
Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.
Read more