Pulau Situ Gintung yang Kurang Promosi
Hari Minggu, 11 September 2016, saya bersama istri dan dua anak saya pergi ke Situ Gintung. Niatnya memanjakan anak saya yang pertama yang terus merengek ingin renang. Tadinya mau renang ke kolam renang di Cilandak Town Square atau Citos. Tapi ternyata kata istri saya, tiket masuk ke sana cukup mahal. Katanya 70 ribu untuk satu orang.
Akhirnya diputuskan renang di situ Gintung. Terus terang ini pertama kali kunjungan saya ke Situ Gintug. Situ Gintung pernah tenar ketika Situ tersebut jebol dan menelan banyak korban jiwa. Tapi sekarang sudah aman. Dan kembali jadi tempat wisata murah bagi warga.
Pagi sekitar pukul 08.00, pakai motor saya bersama istri dan dua anak saya meluncur ke Situ Gintung. Agak ribet memang, berangkat pake motor dengan tiga orang yang harus saya bonceng. Anak saya yang pertama, yang berusi 8 tahun duduk didepan. Lalu saya yang nyetir. Anak saya yang kedua, si bungsu usia 3 tahun diselipkan di tengah. Baru istri saya mengapit di belakang.
Awalnya mau pakai mobil KIA tua saya. Tapi karena mobil sedang dipinjam kakak ipar, terpaksa naik motor. Berangkat dari Rumah mertua saya di Cipete. Kebetulan pula saya sedang punya niat kurban di Cipete. Dan saya pikir tak terlalu jauh jarak antara Cipete dengan Ciputat, tempat Situ Gintung berada.
Arus kendaraan menuju ke Ciputat dari Cipete tak terlalu ramai. Mungkin karena libur. Terlebih hari Seninnya juga libur karena bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Jadi jalanan agak lengang. Namun memang hawa pagi itu sudah lumayan menyengat. Say memacu motor agak cepat, biar cepat sampai.
Karena masih buta tentang Situ Gintung saya coba bertanya-tanya. Dari seorang petugas di stasiun pengisian bahan bakar, didapat arah menuju Situ Gintung. Katanya dari Fakultas Kedokteran UIN, langsung belok kiri, terus saja sampai ketemu mesjid. Terus lagi, katanya. Saya pun mengikuti petunjuk jalan yang diberikan. Sialnya sama sekali tak ada petunjuk jalan misalnya berupa plang penunjuk menuju Situ Gintung. Blas sama sekali tidak ada.
Bikin jengkel memang. Sepanjang jalan saya merutuk. Harusnya pemerintah setempat memasang plang-plang menuju Situ Gintung. Sebab Situ Gintung adalah tempat wisata. Meski bukan tempat wisata besar tapi statusnya tetap tempat wisata yang harusnya dapat perhatian pemerintah. Namun ini sama sekali tak ada. Alhasil saya sempat kesasar. Sampai akhirnya tempat yang dituju ketemu juga walau harus bertanya berkali-kali.
Masuk ke sana harus bayar dulu biaya parkir untuk motor sebesar Rp 3000. Setelah masuk baru saya temui spanduk bertuliskan Pulau Taman Wisata Situ Gintung. Di depan pintu masuk saya segera memarkir motor. Lalu bergegas ke sebuah bangunan yang berfungsi sebagai loket pembayaran tiket. Harga tiket masuk untuk satu orang lumayan agak mahal, Rp 50000 untuk satu orang. Alhasil saya harus merogoh uang 20 ribu untuk empat orang.
Begitu masuk, mata langsung berhadapan dengan satu kolam besar. Di pinggirnya berjejer saung- saung terbuat dari kayu. Saung ini tempat pengunjung duduk santai selama berenang di kolam renang Situ Gintung. Tempat duduknya bergaya lesehan. Cukup enak dan nyaman untuk tempat menunggu.
Kolam renangnya sendiri terbagi atas lima kolam. Satu kolam untuk orang dewasa. Sisanya diperuntukan untuk anak-anak. Saya dan istri ambil tempat di ujung dekat kolam anak. Bukan di saung, tapi di kursi-kursi yang dinaungi payung. Di belakangnya ada beberapa ayunan dengan cat warna-warni. Lalu jejeran ruangan untuk ganti pakaian. Di sebelah ruang ganti, berderet penjual makanan. Ada yang menjual kebab, burger, sosis bakar dan spaghetti. Tapi bila ingin makanan berat bisa pesan juga makanan di restoran yang menyatu dengan loket masuk di depan. Restoran Raja Gurame namanya. Menu andalannya berbagai macam masakan berbahan utama ikan gurame.
Setelah ganti pakaian, saya dan dua anak saya langsung nyebur ke kolam. Anak saya yang paling gede malah coba main seluncuran yang berkelok-kelok mirip seluncuran di taman Waterboom. Hari Minggu itu pengunjung lumayan rame. Taman Wisata Situ Gintung sendiri menurut saya cukup enak dan nyaman. Teduh karena banyak pepohonan. Bahkan tak jauh dari kolam di pisahkan saung-saung dan sepetak lapangan berumput hijau ada jejeran saung-saung dengan ukuran lebih besar. Tempat duduknya juga sama bergaya lesehan. Hanya saja di sana lebih teduh karena dinaungi pohon-pohon yang cukup rimbun. Pokoknya cocok untuk pertemuan keluarga atau arisan. Cocok pula untuk pesta kawinan.
Hanya saja satu kekurangannya menurut saya. Situ tersebut kurang promosi. Faktanya untuk urusan yang sepertinya sepele yaitu plang penunjuk jalan menuju ke sana amat minim. Bahkan bisa dikatakan tak ada. Jadi hanya mengandalkan tanya kiri kanan. Semoga ini jadi perhatian pemerintah setempat menata lebih baik Situ Gintung.
Sekitar pukul 14.00 lewat beberapa menit anak saya puas berenang dan meminta pulang. Setelah membilas badan dan ganti pakaian akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang. Ternyata kakak ipar saya menyusul pakai mobil. Akhirnya istri dan dua anak saya pulang naik mobil. Sementara saya pulang tetap naik motor.
Related Posts
Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read moreMuseum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara
Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.
Read more