Sensasi Naik Pesawat Kecil Bersama Pak Menteri
Naik pesawat berbadan lebar seperti Boeing atau Airbus mugkin sudah biasa. Tapi bagaimana kalau naik pesawat kecil? Tentu ada sensasi lain yang beda dengan saat numpang pesawat berbadan bongsor. Bukan hanya karena sempitnya badan pesawat, atau terbatasnya daya angkut, namun terbang dengan pesawat kecil, sensasinya lain. Adrenalin sedikit dipacu. Ada rasa takut yang menyelinap, kala pesawat kecil yang ditumpangi mulai mengudara membelah langit.
Perasaan itu pula yang saya alami, ketika pertama kali naik pesawat kecil. Ketika itu, saya diajak Pak Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo ke Humbang Hasundutan untuk menghadiri peringatan hari jadi kabupaten tersebut yang ke-12.
Ada tiga orang wartawan yang diundang untuk meliput kegiatan Pak Menteri ke Humbang. Salah satunya saya. Ketika hendak berangkat dari Jakarta, Kepala Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri, Pak Acho Maddaremmeng sudah memberi tahu, bahwa nanti pergi ke Humbang naik pesawat kecil. Pergi ke Humbang dari Bandara Kualanamu, Deli Serdang Sumatera Utara (Sumut).
Terus terang begitu tahu hendak naik pesawat kecil, saya sedikit tak tenang. Maklum ini pertama kali saya hendak terbang dengan pesawat kecil. Pikiran jelek pun menyelinap. Saya takut, ada apa-apa dalam perjalanan. Tapi karena harus pergi dengan pesawat kecil apa boleh buat. Dijalani saja, meski rasa takut membuncah dalam dada.
Namun yang bikin saya sedikit tenang, saya pergi ke Humbang naik pesawat kecil bersama Pak Menteri. Tentu, pesawat kecil terbaik yang dipakai. Walau begitu, rasa takut tak kunjung sirna.
Saya sendiri, bersama Pak Acho dan dua wartawan lainnya yang juga ikut, tiba lebih dulu di Kualanamu. Pak Menteri sendiri baru akan berangkat esok harinya dari Jakarta. Jadi, saya punya waktu satu hari sebelum berangkat ke Humbang.
Setelah tiba di Kualanamu, saya bersama yang lain langsung meluncur ke Kota Medan. Mencari hotel yang akan kami inapi, sebelum terbang ke Humbang. Di Hotel Polonia, saya menginap. Pagi harinya, kembali meluncur ke Bandara Kualanamu, menyambut kedatangan Pak Menteri. Ikut menyambut Pak Teungku Erry Nuradi yang saat itu masih jadi Wakil Gubernur Sumut. Sekitar pukul 8 pagi, Pak Menteri tiba. Dia hanya ditemani oleh Mas Adi Staf Pribadinya. Tak ada ajudan, atau staf protokoler yang menyertainya.
Setelah istirahat sebentar, Pak Menteri bersama rombongan, tentunya termasuk saya langsung menuju landasan bandara. sebuah pesawat kecil milik Susi Air, sudah menunggu. Dua orang bule, berpakaian putih ala pilot menanti di sisi pesawat. Dua orang itu yang akan jadi pilot dan kopilot pesawat yang hendak kami tumpangi.
Pak Menteri dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, masuk duluan ke dalam pesawat. Ikut pula seorang anggota DPR, dan pejabat dari Provinsi Sumut. Baru setelah itu saya, dua wartawan dan Pak Acho naik belakangan. Pak Menteri bersama Pak Wagub duduk di kursi bagian belakang. Saat melintas terdengar Pak Menteri berkata. ” Pak Acho mana? Ayo sebelum terbang berdoa dulu menurut keyakinannya masing-masing”kata Pak Menteri.
Pak Acho yang ‘diledek’ tersenyum. ” Siap pak, tidak takut,” jawab Pak Acho.
Saya sendiri duduk tepat dibelakang pilot. Jadi saya bisa langsung melihat aktivitas pilot di kokpit. Saya juga bisa melihat beragam panel di dalam pesawat. Gugup pun langsung menyergap. Dada berdegup lumayan kencang. Padahal, pesawat sama sekali belum bergerak.
Sampai kemudian pilot dan kopilot bule masuk kokpit. Lalu, memasang semacam earphone ditelinganya. Setelah itu, menyapa para penumpang. Dan, pesawat pun terasa bergerak menuju landasan untuk persiapan take off. Tegang langsung menyergap.
Pesawat pun bergerak menyusuri run way. Lalu terasa makin melaju cepat. Seiring pilot mengangkat semacam tuas di kokpit, pesawat terasa mengangkat ke atas. Dan wusshhh pesawat kecil itu pun mengangkasa membelah langit.
Sepanjang perjalanan, saya tak bisa memejamkan mata. Awalnya saya berniat untuk tidur saja. Tapi kantuk tak kunjung datang. Alhasil sepanjang perjalanan mata tercelak. Untungnya di dalam pesawat disediakan roti, minuman, kue dan juga buah-buahan. Lumayan makanan dan buah-buahan sedikit bisa menghilangkan tegang.
Tapi setelah di atas, naik pesawat kecil memang beda. Pemandangan pun terasa lebih dekat. Mungkin karena pesawat tak terlampau tinggi mengudara. Sehingga dari jendela saya bisa menangkap pemandangan di bawah. Lebih jelas. Pun ketika pesawat melewati awan, guncangan lebih terasa. Ini saat ketegangan memuncak. Dada berdegup, kala pesawat terguncang.
Pukul 09.54 Wib, akhirnya dengan mulus mendarat di landasan bandara Silangit yang ada di wilayah Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Tapi, sebelum mendarat ada kisah menarik. Saat itu, Vidi, salah seorang wartawan yang ikut terbang berbisik pada saya. Kebetulan, dia duduk sebelah saya. ” Mas, lihat pilotnya tengak-tengok, kenapa yah?” kata Vidi heran.
Saya pun perhatikan pilot. Dan memang, sang pilot tengak tengok. Ia bahkan sampai mengangkat sedikit badannya, lalu seperti melihat-lihat sesuatu lewat kaca depan pesawat. ” Wah jangan-jangan pilot tak tahu landasan?” kembali Vidi bersuara.
” Sepertinya,” jawab saya pendek.
Pesawat lalu memutari bukit. Naik lagi ke atas. Sampai kemudian, terlihat samar-samar landasan Bandara Silangit. Lalu terasa pesawat mulai turun. Hingga mendarat mulus di landasan bandara. Bandara Silangit sendiri tak terlalu besar. Saat itu, belum ada perpanjangan landasan. Tapi, sekarang bandara itu bisa didarati pesawat berbadan besar.
Begitu turun, Pak Menteri langsung disambut rombongan Bupati Humbang yang memang sudah menunggu di ujung bandara. Setelah itu, baru melanjutkan perjalanan menuju Kabupaten Humbang via jalan darat.
Pengalaman kedua naik pesawat kecil saat saya meliput acara tujuhbelasan di Desa Long Nawang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Acara tujuhbelasan di Long Nawang sendiri dihadiri Menteri Tjahjo yang akan memimpin upacara di sana.
Pergi ke Long Nawang, memang harus naik pesawat, jika ingin cepat sampai. Bisa pakai jalan darat dari Balikpapan. Hanya saja, kondisi jalan masih buruk. Di samping itu pula, jaraknya yang jauh, lewati hutan dan sungai.
Pesawat yang membawa saya ke Long Nawang, berkapasitas 12 orang. Dari bandara Tarakan kami akan terbang. Sebelum naik pesawat, semua penumpang di timbang berat badannya. Bahkan semua barang bawaan juga ditimbang. Bila berlebih, terpaksa ada barang bawaan yang dikurangi.
Untuk kali ini, saya tak begitu tegang. Maklum sudah pernah naik pesawat kecil. Maka, ketika pesawat mulai mengangkasa, dada tak begitu berdegup. Pun ketika pesawat akan mendarat, ketegangan tak seperti saat saya naik pesawat ke Humbang Hasundutan.
Di sebuah bandara kecil yang ada di Long Ampung, pesawat mendarat. Bandaranya sederhana saja. Hanya ada satu bangunan kecil yang berfungsi sebagai terminal penumpang. Dari Long Ampung, melanjutkan perjalanan pakai mobil ke Long Nawang. Jalan menuju Long Nawang masih berupa tanah, meski sudah dikeraskan. Turun naik bukit. Untungnya, pakai mobil double gardan. Jadi tak terlalu menyiksa. Walau sepanjang jalan, badan diguncang kiri kanan, karena banyak ruas jalan yang bergelombang. Menjelang sore, akhirnya tiba di Long Nawang, salah satu desa yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Pak Menteri sendiri naik pesawat berbeda. Bahkan pesawat yang ditumpangi Pak Menteri lebih kecil dari pada pesawat yang membawa saya ke Long Ampung. Pesawat Pilatus, demikian nama pesawat yang ditumpangi Pak Menteri. Kapasitasnya maksimal 7 penumpang. Dan, pesawat yang membawa Pak Menteri tak mendarat di bandara Long Ampung. Tapi mendarat di sebuah lapangan berumput yang ada di pinggir Desa Long Nawang.
Related Posts
Gudeg Adem Ayem Solo, Lezat dan Menjadi Langganan Tetap Para Pejabat
Rumah Makan (RM) Adem Ayem Solo berhadapan langsung dengan rumah dinas walikota Surakarta atau Loji Gandrung. Tepatnya di Jl. Slamet Riyadi 342, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Read moreKendati Sudah Mereda, Tips Wisata Usai Pandemi Ini Tetap Perlu Kalian Terapkan
Meski sudah ada pelonggaran, ada beberapa tips wisata usai pandemi yang perlu menjadi perhatian. Kesehatan tetap merupakan urusan utama yang perlu mendapat kepedulian tinggi, termasuk faktor-faktor penting yang lain.
Read moreMuseum Sonobudoyo Yogyakarta, Asik Untuk Belajar Seni dan Budaya Nusantara
Di ujung selatan Jl. Malioboro, Yogyakarta terdapat titik nol kilometer kota tersebut. Di sini pula ada banyak sekali simbol-simbol budaya dengan cerita dan kisah sejarah yang teramat panjang.
Read more